MAKALAH UPAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengupahan atau pemberian upah
adalah salah satu masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh
pihak top manajemen manapun, apapun bentuk organisasinya baik itu swasta
maupun pemerintah. Paradigma saat ini, pemberian upah di negara kita
disadari atau tidak lebih condong untuk berkiblat ke barat, dimana dalam
studi kasusnya upah kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga
buruh seperti upah buruh lepas di areal perkebunan, dan upah pekerja
buruh bangunan misalnya. Mereka biasanya dibayar mingguan atau bahkan
harian. Itu untuk buruh, sedangkan gaji menurut pengertian keilmuan
barat terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh setiap karyawan
atau pekerja tetap yang dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam
pandangan dan pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu hanya
terletak pada Jenis karyawannya yang berkategori karyawan tetap atau
tidak tetap dengan sistem pembayarannya secara bulanan, harian atau per
periode tertentu.
Konsep
upah dalam islam sangat berbeda dengan konsep upah barat. Islam sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan moral dalam sistem
pengupahan. Seperti konsep keadilan dan kelayakan. Untuk itulah kami
dalam makalah ini akan membahas lebih mendalam tentang upah dalam islam
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian upah dalam islam ?
2. Bagaimana prinsip pembayaran upah dalam islam ?
3. Apa penjelasan standart UMK ?
4. Bagaimana problematika buruh dan perusahaan dan solusinya ?
C. TUUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui pengertian upah dalam islam
2. Untuk mengetahui prinsip pembayaran upah.
3. Untuk memahami penjelasan tentang standart UMK.
4. Untuk memahami problematika buruh dan perusahaan dan solusinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI UPAH DALAM ISLAM
Upah disebut juga dengan ijarah dalam Islam. Ijaroh
menurut ulama’ hanafiyah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan
imbalan sedangkan menurut ulama’ hanafiyah yaitu transaksi terhadap
suatu manfaat yang dituju, tertentu,bersifat mubah dan boleh
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.[1] Upah
adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan oleh tenaga
kerja. Sedangkan mengupah adalah memberi ganti atas pengambilan manfaat
tenaga dan orang lain menurut syarat-syarat tertentu. Untuk mengetahui
definisi upah versi Islam secara menyeluruh, telah disebutkan dalam
Surat At Taubah : 105 dan An Nahl : 97.
Q.S. At Taubah : 105
È@è%ur (#qè=yJôã$# “uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qß™u‘ur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcr–ŠuŽäIy™ur 4’n<Î) ÉOÎ=»tã É=ø‹tóø9$# Íoy‰»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ã‹sù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
“Dan
Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberikanNya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Q.S.An Nahl : 9
Q.S.An Nahl : 9
’n?tãur «!$# ߉óÁs% È@‹Î6¡¡9$# $yg÷YÏBur Öͬ!$y_ 4 öqs9ur uä!$x© öNà61y‰olm; šúüÏèuHødr& ÇÒÈ
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Quraish Shihab dalam bukunya yaitu Tafsir Al Misbah menjelaskan At Taubah:105 ini sbb: “bekerjalah
kamu demi karena Allah semata dengan aneka amal yang shaleh dan
bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka
Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”.
Ganjaran yang dimaksud dala ayat ini adalah
upah atau kompensasi. Demikian juga dengan An Nahl:97, maksud dari kata
balasan dalam ayat tersebut adalah upah atau kompensasi. Jadi dalam
Islam, jika seseorang mengerjakan pekerjaan dengan niat karena Allah
(amal shaleh) maka ia akan mendapatkan balasan baik didunia (berupa
upah) maupun diakhirat (berupa pahala), yang berlipat ganda. Dari dua
ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa upah dalam konsep Islam memiliki
dua aspek, yaitu dunia dan akhirat.
Misal, untuk tata cara pembayaran upah, Rasulullah SAW bersabda: “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah
upah orang upahan sebelum kering keringatnya” (HR. Ibnu Majah dan Imam
Thabrani). Sehingga dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas, dan dari
hadits-hadits di atas, maka dapat didefenisikan bahwa : Upah adalah
imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan
materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di
akherat (imbalan yang lebih baik).
B. PRINSIP PEMBAYARAN UPAH DALAM ISLAM
Pengupahan atau pemberian upah
adalah salah satu masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh
pihak top manajemen manapun, apapun bentuk organisasinya baik itu swasta
maupun pemerintah. Paradigma saat ini, pemberian upah di negara kita
disadari atau tidak lebih condong untuk berkiblat ke barat, dimana dalam
studi kasusnya upah kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh
seperti upah buruh lepas di areal perkebunan, dan upah pekerja buruh
bangunan misalnya. Mereka biasanya dibayar mingguan atau bahkan harian.
Itu untuk buruh, sedangkan gaji menurut pengertian keilmuan barat
terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh setiap karyawan atau
pekerja tetap yang dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam pandangan
dan pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu hanya terletak pada
Jenis karyawannya yang berkategori karyawan tetap atau tidak tetap
dengan sistem pembayarannya secara bulanan, harian atau per periode
tertentu.
Dalam
hal perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep Barat seperti
yang dijabarkan di atas, dalam Islam debutkan secara lebih komprehensif
tentang upah dan gaji. Allah menegaskan tentang imbalan dalam Qur’an sbb
:
È@è%ur (#qè=yJôã$# “uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qß™u‘ur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcr–ŠuŽäIy™ur 4’n<Î) ÉOÎ=»tã É=ø‹tóø9$# Íoy‰»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ã‹sù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
“Dan
katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata,
lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (At Taubah :
105).
Dalam ayat lain disebutkan juga :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍ‹ósãZn=sù Zo4qu‹ym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌ“ôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ
“Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan." (An Nahl : 97).
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# $¯RÎ) Ÿw ßì‹ÅÒçR tô_r& ô`tB z`|¡ômr& ¸xyJtã ÇÌÉÈ
“Sesungguhnya
mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
baik." (Al Kahfi : 30).
Berdasarkan
tiga ayat diatas, maka Imbalan dalam konsep Islam adalah menekankan
pada dua aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting,
adalah bahwa penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada
penekanan terhadap kehidupan dunia (dalam hal ini materi).
Dalam
surat At Taubah 105 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk
bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan.
Yang paling penting dalam ayat ini adalah penegasan Allah bahwasanya
motivasi atau niat bekerja itu haruslah benar dan apabila motivasi
bekerja tidak benar, maka Allah akan membalas dengan cara memberi azab.
Sebaliknya, kalau motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan
itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan.
Dijelaskan
juga dalam surat An-Nahl : 97 bahwa tidak ada perbedaan gender dalam
menerima upah atau balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak
ada diskriminasi upah dalam Islam jika mereka mengerjakan pekerjaan yang
sama. Penegasan dari ayat ini ada dua hal yaitu balasan Allah yang
langsung diterima di dunia yaitu kehidupan yang baik atau rezeki yang
halal sedangkan balasan di akherat adalah dalam bentuk pahala. Sementara
itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan
yang telah dilakukan manusia, pasti Allah akan mengganjar dengan adil.
Allah tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal
hamba-Nya.
Konsep
keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek
yang pernah terjadi di kekhalifahan Islam. Secara lebih rinci kalau
kita lihat hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu
Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
“Mereka
(para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka
di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah
asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya
(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan
tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika
kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu
mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).
Dari
hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di
dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan
sandang. Perkataan : “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya
(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)",
bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian
karyawan yang menerima upah. Selain itu, Hadits
ini menegaskan bahwa kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan
kebutuhan yang bersifat hak bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung
jawab majikan juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih
lajang (sendiri). Hal ini ditegaskan pula oleh Doktor Abdul Wahab Abdul
Aziz As-Syaisyani dalam kitabnya Huququl Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil Ma’siroti bahwa mencarikan istri juga merupakan kewajiban majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok bagi para karyawan.
Sangat terlihat dengan jelas dari uraian diatas, sedikitnya terdapat dua perbedaan konsep Upah antara Barat dan Islam:
1.
Islam memandang upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral,
sementara Barat hanya berlandaskan kebutuhan perusahaan saja.
2.
Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan)
tetapi menembus batas kehidupan yang berdimensi pada akherat (pahala),
sementara Barat tidak sama sekali.
Adapun
hanya ada sedikit yang bisa disinergikan antara persamaan kedua konsep
upah menurut kaca mata Barat dan Islam, yang pertama adalah, prinsip
keadilan, dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan). Mari kita lihat
kedua prinsip ini dari kaca mata Islam, yaitu :
1. PRINSIP ADIL
Al Qur’an menegaskan bahwa:
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#y‰pkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtBÌôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #’n?tã žwr& (#qä9ω÷ès? 4 (#qä9ωôã$# uqèd Ü>tø%r& 3“uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
“Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa". (QS. Al-Maidah : 8).
Nabi bersabda :
“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan". (HR. Baihaqi).
Dari ayat Al-Qur’an dan hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat diketahui bahwa prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad
(transaksi) dan komitmen atas dasar kerelaan melakukannya (dari yang
ber-aqad). Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja
dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas
dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut
meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah.
Khusus untuk cara pembayaran upah, Rasulullah bersabda :
“Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah Saw. Bersabda: “Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya“. (HR.Ibnu Majah dan Imam Thabrani).
Dalam
menjelaskan hadits itu, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan
Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan sebagai berikut :
Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah
menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan,
karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat antar mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Namun,
jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau sengaja
menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu
diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi
dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka
kewajibannya juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara
detail dalam “peraturan kerja" yang menjelaskan masing-masing hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Bahkan Syeikh Qardhawi mengatakan bahwa
bekerja yang baik merupakan kewajiban karyawan atas hak upah yang
diperolehnya, demikian juga memberi upah merupakan kewajiban perusahaan
atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam keadaan masa
kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, biasanya dituangkan
dalam buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing perusahaan.
Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah ini adalah :
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda:
“Allah telah berfirman: “Ada tiga jenis manusia dimana Aku adalah musuh
mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen
akan memberi atas nama-Ku (bersumpah dengan nama-Ku), kemudian ia tidak
memenuhinya. Kedua, orang yang menjual seorang manusia bebas (bukan
budak), lalu memakan uangnya. Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang
upahan dan mempekerjakan dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya" (HR. Bukhari).
Hadits
diatas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat
diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai
perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya
termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi saw pada hari kiamat. Dalam hal
ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai tenaga seorang
karyawan (buruh).
2. KELAYAKAN (KECUKUPAN)
Jika
Adil berbicara tentang kejelasan, transparansi serta proporsionalitas
ditinjau dari berat pekerjaannya, maka Layak berhubungan dengan besaran
yang diterima layak disini bermakna cukup dari segi pangan, sandang dan
papan.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Mereka
(para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka
di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah
asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya
(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan
tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika
kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu
mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).
Dapat
dijabarkan bahwa hubungan antara majikan dengan pekerja bukan hanya
sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi karyawan sudah dianggap
merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap karyawan sebagai keluarga
majikan merupakan konsep Islam yang lebih dari 14 abad yang lalu telah
dsabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini dipakai oleh
pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka (pengusaha
muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya di luar
lingkungan kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini.
Wilson menulis dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Theory and Practice yang
kurang lebih maksudnya adalah “Walaupun perusahaan itu bukanlah
perusahaan keluarga, para majikan Muslimin acapkali memperhatikan
kehidupan karyawan di luar lingkungan kerjanya, hal ini sulit untuk
dipahami oleh para pengusaha Barat".
konsep
Islam jauh sangat berbeda dengan konsep upah menurut Barat. Upah
menurut Islam sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, Upah dalam
Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat (pahala). Jadi mulai
dari sekarang, marilah kita terapkan prinsip Islam kembali.
C. STANDART UPAH MINIMUM KERJA
1) Definisi Upah Minimum
Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi[2].
Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1 ayat 1, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan.
· Sebagai jaring pengaman agar nilai upah tidak melorot dibawah kebutuhan hidup minimum.
· Sebagai wujud pelaksanaan Pancasila, UUD 45 dan GBHN secara nyata.
· Sebagai satu upaya pemerataan pendapatan dan proses penumbuhan kelas menengah
· Kepastian hukum bagi perlindungan atas hak – hak dasar Buruh dan keluarganya sebagai warga negara Indonesia
· Merupakan indikator perkembangan ekonomi Pendapatan Perkapita.
2) STANDART UMK
Kontroversi
tentang upah minimum bukanlah isu baru. Perbedaan pendapat ini dapat
dilihat dari perselisihan antara kelompok serikat pekerja yang
menghendaki kenaikan upah minimum yang signifikan, sementara kelompok
pengusaha melihat bahwa tuntutan ini bertentangan dan tidak kompatibel
dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja.
Kondisi
perburuhan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai saat ini tidak
mengalami perubahan berarti yaitu tidak dapat meningkatkan kondisi
ekonomi buruh. Salah satu persoalan yang selalu muncul dan tidak
pernah terselesaikan secara tuntas adalah masalah upah buruh. Indonesia
menganut sistem upah minimum, yaitu upah yang dibayarkan kepada buruh
tidak boleh kurang dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2010 Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK), yang berlaku di Indonesia berkisar antara 650.000-1.330.000 rupiah[4]. Secara umum upah buruh tergolong masih rendah karena tidak pernah mencapai standart kebutuhan hidup minimum (KHM).
Instansi yang bertanggung jawab memperbaiki Upah Minimum yakni Dewan Pengupahan, yang bertanggung jawab melakukan kajian studi mengenai Upah Minimum yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur, Walikota/Bupati masing-masing daerah. Dewan Pengupahan sendiri terdiri dari 3 unsur, yaitu Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja. Dewan Pengupahan Propinsi untuk upah minimum tingkat Propinsi. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kotamadya untuk tingkat Kabupaten/Kotamadya[5].
3) PERANAN UPAH DALAM DUNIA INDUSTRI
Dalam
arti yuridis, upah merupakan semacam balas jasa yang diberikan oleh
pihak pengusaha kepada para tenaga kerja atas penyerahan jasa dari pihak
tenaga kerja kepada perusahaan.[6]
Dalam pengupahan ini pihak-pihak yang langsung terlibat adalah :
a. Pihak
pengusaha atau pimpinan pengelola perusahaan. Upah merupakan unsur
pokok bagi perhitungan pengeluaran atau ongkos-ongkos produksi dan
merupakan komponen harga pokok yang sangat menentukan kehidupan
perusahaan. Bagi investor upah merupakan indikator maju atau mundurnya
perusahaan dan merupakan bahan pertimbangan untuk menentukan penanaman
modal, tingginya upah yang diperoleh para tenaga kerja dalam suatu
perusahaan merupakan daya tarik bagi calon investor.
b. Pihak
tenaga kerja, bagi mereka upah merupakan penghasilan atau pendorong
untuk bekerja lebih giat; selain itu upah merupakan atau mencerminkan
besar atau kecilnya sumbangan tenaga kerja kepada perusahaan
Mengenai pihak-pihak yang tidak secara langsung terlibat dalam suatu perusahaan ialah:
a. Bagi
organisasi buruh, upah mencerminkan berhasil atau tidaknya usaha
pencapaian tujuan dan merupakan faktor penting untuk mempertahanlkan
adanya organisasi buruh.
b. Pemirintah, upah merupakan indikator kemakmuran masyarakat.
D. PROBLEMATIKA BURUH DAN PERUSAHAAN BESERTA SOLUSINYA
1) PROBLEMATIKA BURUH DAN PERUSAHAAN
Masalah-masalah
perburuhan yang muncul di negeri ini dan di belahan dunia lain tidaklah
dipicu semata-mata oleh konflik ketenagakerjaan dan derivasinya,
melainkan juga disulut oleh persoalan mendasar seperti
politik-pemerintahan, kebijakan ekonomi, sosial-kemasyarakatan,
pendidikan, dan aspek lainnya yang saling terintegrasi satu sama lain.
Berbagai
persoalan seperti jumlah pengangguran yang masih dan terus tumbuh,
minimnya lapangan pekerjaan, upah dan kesejahteraan buruh yang mencekik,
eksploitasi terhadap tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur tidak
terlepas dari berbagai persoalan mendasar tersebut. Oleh karena itu,
masalah ini merupakan domain dan tanggung jawab utama negara
(pemerintah) sebagai regulator terhadap seluruh aspek kehidupan
bernegara dan bermasyarakat.
Efek
yang muncul akibat kebijakan politik-ekonomi yang keliru adalah
kesemrawutan di segala aspek, termasuk masalah perburuhan. Aspek politik
sangat terkait dengan pengambilan kebijakan strategis dan regulasi oleh
penguasa untuk menata sistem kenegaraan, sedangkan aspek ekonomi
terkait dengan penyediaan dana beserta pengelolaannya. Adapun landasan
pengambilan kebijakan politik-ekonomi negeri ini bertumpu pada sistem
kapitalisme-liberal. Sistem ini memiliki prinsip dalam ekspansi
ideologinya yakni meminimalkan peran negara dalam perekonomian, subsidi
terhadap komoditas publik diperkecil, privatisasi aset negara, dan
menjadikan pajak dan hutang sebagai sumber utama pembiayaan negara,
meskipun mempunyai SDA yang melimpah.
Masalah
lain yang memicu timbulnya perselisihan antara pengusaha dan buruh
yakni karena adanya perasaan-perasaan kurang puas. Dan yang menjadi
pangkal ketidakpuasan itu pada umumnya berkisar pada masalah-masalah[7]:
· Pengupahan
· Jaminan sosial
· Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian
· Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban
Permasalahan yang sering terjadi Indonesia ini adalah masalah pengupahan. Penyebab dari ketidakpuasan buruh dalam hal pengupahan[8], diantaranya :
a) Lambatnya pelaksanaan pembayaraan upah
b) Adanya pemotongan-pemotongan upah untuk keperluan suatu dana bagi kepentingan buruh, tanpa perundingan dulu dengan pihak buruh
c) Belum mampunya perusahaan untuk memperbaiki upah buruh
d) Adanya kehendak dari pihak buruh agar upahnya dipersamakan dengan dengan pengupahan yang lebih baik di perusahaan lain
Salah
satu tanda ketidakpuasan para buruh adalah fenomena demonstrasi yang
semakin marak beberapa tahun ini di berbagai daerah. Bagi pengusaha,
jika tuntutan ini direalisasikan, konsekuensi logisnya adalah
peningkatan harga jual akibat naiknya ongkos perolehan dan produksi. Di
sisi lain, pilihan ini dihadapkan pada derasnya arus barang impor yang
memiliki harga lebih kompetitif.
Problem perburuhan merupakan
sesuatu yang harus secepatnya diselesaikan oleh semua pihak yang
berkepentingan, terutama pemerintah sebagai regulator dan pengambil
kebijakan. Karena hal itu terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
warga.
2) Solusi Sistemik
Mengamati
permasalahan perburuhan yang sedemikian kompleks tersebut, tentunya
membutuhkan pemecahan yang komprehensif dan sistematik. Sebab persoalan
tenaga kerja tidak lagi merupakan persoalan individu yang dapat
diselesaikan dengan pendekatan individual, tetapi merupakan persoalan
sosial yang akhirnya membutuhkan penyelesaian mendasar dan menyeluruh
karena disulut oleh kebobrokan sistem yang di adopsi oleh negara.
Islam
adalah agama sekaligus ideologi yang mengandung nilai dan metode
penerapan yang komprehensif dan universal. Sejarah telah menegaskan
bahwa selama tiga belas abad lebih, Islam mampu menjadi seperangkat
aturan yang dijalankan dalam sistem kenegaraan yang kemudian
menghasilkan sebuah tatanan masyarakat adil dan beradab serta melindungi
hak-hak setiap warga tanpa memandang suku, agama, ras, dan sebagainya.
Tidak terkecuali dalam pengaturan ketenagakerjaan dengan konsep hukum
yang berhubungan dengan ijaratul ajir (kontrak kerja). Mengingat syariah
adalah aturan yang menyeluruh yang secara praktis akan menyelesaikan
berbagai persoalan manusia.
Untuk
menyelesaikan permasalahan mendasar ini, langkah penting yang dilakukan
adalah melakukan kategorisasi persoalan. Persoalan pertama, masalah
ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat sangat erat kaitannya dengan fungsi dan tanggungjawab negara
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Persoalan
ini haruslah diselesaikan melalui kebijakan dan implementasi negara dan
tidak menyerahkan penyelesaiannya semata kepada pengusaha dan pekerja.
Cakupan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini antara lain, pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat berupa barang (sandang, pangan, dan papan)
dan jasa (pendidikan, kesehatan, dan keamanan), serta membuka
seluas-luasnya peluang lapangan kerja.
Persoalan
kedua, masalah kontrak kerja dapat diselesaikan sendiri oleh pengusaha
dan pekerja. Pemerintah dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pengawas
sekaligus penengah jika terjadi persoalan yang tidak dapat diselesaikan
oleh pengusaha dan pekerja.
Pengaturan
tersebut mencakup penetapan ketentuan-ketentuan Islam dalam kontrak
kerja antara pengusaha dan pekerja, penetapan ketentuan yang mengatur
penyelesaian perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja.
Termasuk ketentuan yang mengatur bagaimana cara mengatasi tindakan
kedzaliman yang dilakukan salah satu pihak (pengusaha dan pekerja)
terhadap pihak lainnya.
Indonesia
merupakan negara yang berlandaskan pancasila dan berdasarkan UUD 1945.
Dengan landasan dan dasar tersebut telah diusahakan terwujudnya
perburuhan yang berlandaskan pancasila, yang diharapkan dapat membentuk
suatu hubungan kerja yang harmonis antar pengusaha dan buruh.
Benih-benih perselisihan atau persoalan-perrsoalan yang kurang
memuaskan ditekannya dengan jalan melakukan musyawaroh untuk melahirkan
suatu kemufakatan. Dengan cara demikian maka kegairahan kerja dapat
terjamin[9].
Melihat
betapa destruktifnya sistem kapitalisme bagi kehidupan kita, maka
semestinya sudah saatnya kita meninggalkan Sistem Kapitalisme yang telah
membuat buruh dan manusia lainnya menderita, lalu menggantinya dengan
penerapan syariah. Dengan solusi sistemik ini, negara akan menghapus
duka buruh dan jelas berpihak kepada semuanya, baik buruh maupun
pengusaha.
BAB III
KESIMPULAN
Upah dalam Islam adalah
imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan
materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di
akherat (imbalan yang lebih baik). Konsep yang sangat berbeda dengan upah barat yang hanya memperhatikan keuntungan.
Dikarenakan konsep/prinsip upah di indonesia lebih berkiblat pada barat sehingga muncul berbagai permasalahan adalah masalah pengupahan. Penyebab dari ketidakpuasan buruh dalam hal pengupahan, diantaranya :
a) Lambatnya pelaksanaan pembayaraan upah
b) Adanya pemotongan-pemotongan upah untuk keperluan suatu dana bagi kepentingan buruh, tanpa perundingan dulu dengan pihak buruh
c) Belum mampunya perusahaan untuk memperbaiki upah buruh
d) Adanya kehendak dari pihak buruh agar upahnya dipersamakan dengan dengan pengupahan yang lebih baik di perusahaan lain
Daftar Pustaka
Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994)
Kartasapoetra, dkk, Administrasi Perusahaan Industri,(Jakarta:Bumi Aksara, 1992)
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 228-229
Masud ibnu, fiqih madzhab Syafi’I, Bandung:Pustaka Setia, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar