Selasa, 16 Juli 2013

MAKALAH

MAKALAH UPAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pengupahan atau pemberian upah adalah salah satu masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh pihak top manajemen manapun, apapun bentuk organisasinya baik itu swasta maupun pemerintah. Paradigma saat ini, pemberian upah di negara kita disadari atau tidak lebih condong untuk berkiblat ke barat, dimana dalam studi kasusnya upah kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh seperti upah buruh lepas di areal perkebunan, dan upah pekerja buruh bangunan misalnya. Mereka biasanya dibayar mingguan atau bahkan harian. Itu untuk buruh, sedangkan gaji menurut pengertian keilmuan barat terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh setiap karyawan atau pekerja tetap yang dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam pandangan dan pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu hanya terletak pada Jenis karyawannya yang berkategori karyawan tetap atau tidak tetap dengan sistem pembayarannya secara bulanan, harian atau per periode tertentu.
Konsep upah dalam islam sangat berbeda dengan konsep upah barat. Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan moral dalam sistem pengupahan. Seperti konsep keadilan dan kelayakan. Untuk itulah kami dalam makalah ini akan membahas lebih mendalam tentang upah dalam islam

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian upah dalam islam ?
2.      Bagaimana prinsip pembayaran upah dalam islam ?
3.      Apa penjelasan standart UMK ?
4.      Bagaimana problematika buruh dan perusahaan dan solusinya ?

C.     TUUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk mengetahui pengertian upah dalam islam
2.      Untuk mengetahui prinsip pembayaran upah.
3.      Untuk memahami penjelasan tentang standart UMK.
4.      Untuk memahami problematika buruh dan perusahaan dan solusinya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI UPAH DALAM ISLAM
Upah disebut juga dengan ijarah dalam Islam. Ijaroh menurut ulama’ hanafiyah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan sedangkan menurut ulama’ hanafiyah yaitu transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu,bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.[1] Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Sedangkan mengupah adalah memberi ganti atas pengambilan manfaat tenaga dan orang lain menurut syarat-syarat tertentu. Untuk mengetahui definisi upah versi Islam secara menyeluruh, telah disebutkan dalam Surat At Taubah : 105 dan An Nahl : 97.
Q.S. At Taubah : 105
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberikanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Q.S.An Nahl : 9
n?tãur «!$# ßóÁs% È@Î6¡¡9$# $yg÷YÏBur ֍ͬ!$y_ 4 öqs9ur uä!$x© öNà61yolm; šúüÏèuHødr& ÇÒÈ  
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Quraish Shihab dalam bukunya yaitu Tafsir Al Misbah menjelaskan At Taubah:105 ini sbb:  “bekerjalah kamu demi karena Allah semata dengan aneka amal yang shaleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”. Ganjaran yang dimaksud dala ayat ini adalah upah atau kompensasi. Demikian juga dengan An Nahl:97, maksud dari kata balasan dalam ayat tersebut adalah upah atau kompensasi. Jadi dalam Islam, jika seseorang mengerjakan pekerjaan dengan niat karena Allah (amal shaleh) maka ia akan mendapatkan balasan baik didunia (berupa upah) maupun diakhirat (berupa pahala), yang berlipat ganda. Dari dua ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa upah dalam konsep Islam memiliki dua aspek, yaitu dunia dan akhirat.
Misal, untuk tata cara pembayaran upah, Rasulullah SAW bersabda: “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda:Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya” (HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani). Sehingga dari ayat-ayat  Al-Qur’an di atas, dan dari hadits-hadits di atas, maka dapat didefenisikan bahwa : Upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).

B.     PRINSIP PEMBAYARAN UPAH DALAM ISLAM
Pengupahan atau pemberian upah adalah salah satu masalah yang tidak pernah selesai diperdebatkan oleh pihak top manajemen manapun, apapun bentuk organisasinya baik itu swasta maupun pemerintah. Paradigma saat ini, pemberian upah di negara kita disadari atau tidak lebih condong untuk berkiblat ke barat, dimana dalam studi kasusnya upah kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh seperti upah buruh lepas di areal perkebunan, dan upah pekerja buruh bangunan misalnya. Mereka biasanya dibayar mingguan atau bahkan harian. Itu untuk buruh, sedangkan gaji menurut pengertian keilmuan barat terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh setiap karyawan atau pekerja tetap yang dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam pandangan dan pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu hanya terletak pada Jenis karyawannya yang berkategori karyawan tetap atau tidak tetap dengan sistem pembayarannya secara bulanan, harian atau per periode tertentu.
 Dalam hal perbedaan pengertian upah dan gaji menurut konsep Barat seperti yang dijabarkan di atas, dalam Islam debutkan secara lebih komprehensif tentang upah dan gaji. Allah menegaskan tentang imbalan dalam Qur’an sbb :
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
“Dan katakanlah : "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (At Taubah : 105).
Dalam ayat lain disebutkan juga :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan." (An Nahl : 97).
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# $¯RÎ) Ÿw ßìÅÒçR tô_r& ô`tB z`|¡ômr& ¸xyJtã ÇÌÉÈ  
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik." (Al Kahfi : 30).
 Berdasarkan tiga ayat diatas, maka Imbalan dalam konsep Islam adalah menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada penekanan terhadap kehidupan dunia (dalam hal ini materi).
Dalam surat At Taubah 105 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah kita kerjakan. Yang paling penting dalam ayat ini adalah penegasan Allah bahwasanya motivasi atau niat bekerja itu haruslah benar dan apabila motivasi bekerja tidak benar, maka Allah akan membalas dengan cara memberi azab. Sebaliknya, kalau motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan.
Dijelaskan juga dalam surat An-Nahl : 97 bahwa tidak ada perbedaan gender dalam menerima upah atau balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Penegasan dari ayat ini ada dua hal yaitu balasan Allah yang langsung diterima di dunia yaitu kehidupan yang baik atau rezeki yang halal sedangkan balasan di akherat adalah dalam bentuk pahala. Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan manusia, pasti Allah akan mengganjar dengan adil. Allah tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya.
 Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek yang pernah terjadi di kekhalifahan Islam. Secara lebih rinci kalau kita lihat hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).
Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan : “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)", bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah. Selain itu, Hadits ini menegaskan bahwa kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan yang bersifat hak bagi para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan juga untuk mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang (sendiri). Hal ini ditegaskan pula oleh Doktor Abdul Wahab Abdul Aziz As-Syaisyani dalam kitabnya Huququl Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa Nudzumil Ma’siroti bahwa mencarikan istri juga merupakan kewajiban majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok bagi para karyawan.
Sangat terlihat dengan jelas dari uraian diatas, sedikitnya terdapat dua perbedaan konsep Upah antara Barat dan Islam:
1.      Islam memandang upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral, sementara Barat hanya berlandaskan kebutuhan perusahaan saja.
2.      Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan yang berdimensi pada akherat (pahala), sementara Barat tidak sama sekali.
 Adapun hanya ada sedikit yang bisa disinergikan antara persamaan kedua konsep upah menurut kaca mata Barat dan Islam, yang pertama adalah, prinsip keadilan, dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan). Mari kita lihat kedua prinsip ini dari kaca mata Islam, yaitu :


1. PRINSIP ADIL
Al Qur’an menegaskan bahwa:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
“Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa". (QS. Al-Maidah : 8).
 Nabi bersabda :
“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan". (HR. Baihaqi).
 Dari ayat Al-Qur’an dan hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat diketahui bahwa prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad (transaksi) dan komitmen atas dasar kerelaan melakukannya (dari yang ber-aqad). Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah.
 Khusus untuk cara pembayaran upah, Rasulullah bersabda :
“Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah Saw. Bersabda: “Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya“. (HR.Ibnu Majah dan Imam Thabrani).
 Dalam menjelaskan hadits itu, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan sebagai berikut : Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka kewajibannya juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail dalam “peraturan kerja" yang menjelaskan masing-masing hak dan kewajiban kedua belah pihak. Bahkan Syeikh Qardhawi mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan kewajiban karyawan atas hak upah yang diperolehnya, demikian juga memberi upah merupakan kewajiban perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam keadaan masa kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, biasanya dituangkan dalam buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing perusahaan.
 Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah ini adalah :
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda: “Allah telah berfirman: “Ada tiga jenis manusia dimana Aku adalah musuh mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah orang yang membuat komitmen akan memberi atas nama-Ku (bersumpah dengan nama-Ku), kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang yang menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya. Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya" (HR. Bukhari).
Hadits diatas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi saw pada hari kiamat. Dalam hal ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai tenaga seorang karyawan (buruh).

 2. KELAYAKAN (KECUKUPAN)
Jika Adil berbicara tentang kejelasan, transparansi serta proporsionalitas ditinjau dari berat pekerjaannya, maka Layak berhubungan dengan besaran yang diterima layak disini bermakna cukup dari segi pangan, sandang dan papan.
 Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).
Dapat dijabarkan bahwa hubungan antara majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi karyawan sudah dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap karyawan sebagai keluarga majikan merupakan konsep Islam yang lebih dari 14 abad yang lalu telah dsabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini dipakai oleh pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka (pengusaha muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya di luar lingkungan kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini.
 Wilson menulis dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Theory and Practice yang kurang lebih maksudnya adalah “Walaupun perusahaan itu bukanlah perusahaan keluarga, para majikan Muslimin acapkali memperhatikan kehidupan karyawan di luar lingkungan kerjanya, hal ini sulit untuk dipahami oleh para pengusaha Barat".
konsep Islam jauh sangat berbeda dengan konsep upah menurut Barat. Upah menurut Islam sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat (pahala). Jadi mulai dari sekarang, marilah kita terapkan prinsip Islam kembali.

C.    STANDART UPAH MINIMUM KERJA
1)      Definisi Upah Minimum
Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi[2].
Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1 ayat 1, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan.
Beberapa dasar pertimbangan dari penetapan upah minimum[3] :
·         Sebagai jaring pengaman agar nilai upah tidak melorot dibawah kebutuhan hidup minimum.
·         Sebagai wujud pelaksanaan Pancasila, UUD 45 dan GBHN secara nyata.
·         Sebagai satu upaya pemerataan pendapatan dan proses penumbuhan kelas menengah
·         Kepastian hukum bagi perlindungan atas hak – hak dasar Buruh dan keluarganya sebagai warga negara Indonesia
·         Merupakan indikator perkembangan ekonomi Pendapatan Perkapita.
2)      STANDART UMK
Kontroversi tentang upah minimum bukanlah isu baru. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat dari perselisihan antara kelompok serikat pekerja yang menghendaki kenaikan upah minimum yang signifikan, sementara kelompok pengusaha melihat bahwa tuntutan ini bertentangan dan tidak kompatibel dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
            Kondisi perburuhan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai saat ini tidak mengalami perubahan berarti yaitu tidak dapat meningkatkan kondisi ekonomi buruh. Salah satu persoalan yang selalu muncul dan tidak pernah terselesaikan secara tuntas adalah masalah upah buruh. Indonesia menganut sistem upah minimum, yaitu upah yang dibayarkan kepada buruh tidak boleh kurang dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Pada tahun 2010 Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK), yang berlaku di Indonesia berkisar antara 650.000-1.330.000 rupiah[4]. Secara umum upah buruh tergolong masih rendah karena tidak pernah mencapai standart kebutuhan hidup minimum (KHM).
            Instansi yang bertanggung jawab memperbaiki Upah Minimum yakni Dewan Pengupahan, yang bertanggung jawab melakukan kajian studi mengenai Upah Minimum yang nantinya akan diserahkan kepada Gubernur, Walikota/Bupati masing-masing daerah. Dewan Pengupahan sendiri terdiri dari 3 unsur, yaitu Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja. Dewan Pengupahan Propinsi untuk upah minimum tingkat Propinsi. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kotamadya untuk tingkat Kabupaten/Kotamadya[5].
3)      PERANAN UPAH DALAM DUNIA INDUSTRI
Dalam arti yuridis, upah merupakan semacam balas jasa yang diberikan oleh pihak pengusaha kepada para tenaga kerja atas penyerahan jasa dari pihak tenaga kerja kepada perusahaan.[6]


Dalam pengupahan ini pihak-pihak yang langsung terlibat adalah :
a.       Pihak pengusaha atau pimpinan pengelola perusahaan. Upah merupakan unsur pokok bagi perhitungan pengeluaran atau ongkos-ongkos produksi dan merupakan komponen harga pokok yang sangat menentukan kehidupan perusahaan. Bagi investor upah merupakan indikator maju atau mundurnya perusahaan  dan merupakan bahan pertimbangan untuk menentukan penanaman modal, tingginya upah yang diperoleh para tenaga kerja dalam suatu perusahaan merupakan daya tarik bagi calon investor.
b.      Pihak tenaga kerja, bagi mereka upah merupakan penghasilan atau pendorong untuk bekerja lebih giat; selain itu upah merupakan  atau mencerminkan besar atau kecilnya sumbangan tenaga kerja kepada perusahaan
Mengenai pihak-pihak yang tidak secara langsung terlibat dalam suatu perusahaan ialah:
a.       Bagi organisasi buruh, upah mencerminkan berhasil atau tidaknya usaha pencapaian tujuan dan merupakan faktor penting untuk mempertahanlkan adanya organisasi buruh.
b.      Pemirintah, upah merupakan indikator kemakmuran masyarakat.

D.   PROBLEMATIKA BURUH DAN PERUSAHAAN BESERTA SOLUSINYA
1)      PROBLEMATIKA BURUH DAN PERUSAHAAN
Masalah-masalah perburuhan yang muncul di negeri ini dan di belahan dunia lain tidaklah dipicu semata-mata oleh konflik ketenagakerjaan dan derivasinya, melainkan juga disulut oleh persoalan mendasar seperti politik-pemerintahan, kebijakan ekonomi, sosial-kemasyarakatan, pendidikan, dan aspek lainnya yang saling terintegrasi satu sama lain.
Berbagai persoalan seperti jumlah pengangguran yang masih dan terus tumbuh, minimnya lapangan pekerjaan, upah dan kesejahteraan buruh yang mencekik, eksploitasi terhadap tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur tidak terlepas dari berbagai persoalan mendasar tersebut. Oleh karena itu, masalah ini merupakan domain dan tanggung jawab utama negara (pemerintah) sebagai regulator terhadap seluruh aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Efek yang muncul akibat kebijakan politik-ekonomi yang keliru adalah kesemrawutan di segala aspek, termasuk masalah perburuhan. Aspek politik sangat terkait dengan pengambilan kebijakan strategis dan regulasi oleh penguasa untuk menata sistem kenegaraan, sedangkan aspek ekonomi terkait dengan penyediaan dana beserta pengelolaannya. Adapun landasan pengambilan kebijakan politik-ekonomi negeri ini bertumpu pada sistem kapitalisme-liberal. Sistem ini memiliki prinsip dalam ekspansi ideologinya yakni meminimalkan peran negara dalam perekonomian, subsidi terhadap komoditas publik diperkecil, privatisasi aset negara, dan menjadikan pajak dan hutang sebagai sumber utama pembiayaan negara, meskipun mempunyai SDA yang melimpah.
Masalah lain yang memicu timbulnya perselisihan antara pengusaha dan buruh yakni karena adanya perasaan-perasaan kurang puas. Dan yang menjadi pangkal ketidakpuasan itu pada umumnya berkisar pada masalah-masalah[7]:
·         Pengupahan
·         Jaminan sosial
·         Perilaku penugasan  yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian
·         Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban
Permasalahan yang sering terjadi Indonesia ini adalah masalah pengupahan. Penyebab dari ketidakpuasan buruh dalam hal pengupahan[8], diantaranya :
a)      Lambatnya pelaksanaan pembayaraan upah
b)      Adanya pemotongan-pemotongan upah untuk keperluan suatu dana bagi kepentingan buruh, tanpa perundingan dulu dengan pihak buruh
c)      Belum mampunya perusahaan untuk memperbaiki upah buruh
d)     Adanya kehendak dari pihak buruh agar upahnya dipersamakan dengan dengan pengupahan yang lebih baik di perusahaan lain
Salah satu tanda ketidakpuasan para buruh adalah fenomena demonstrasi yang semakin marak beberapa tahun ini di berbagai daerah. Bagi pengusaha, jika tuntutan ini direalisasikan, konsekuensi logisnya adalah peningkatan harga jual akibat naiknya ongkos perolehan dan produksi. Di sisi lain, pilihan ini dihadapkan pada derasnya arus barang impor yang memiliki harga lebih kompetitif.
Problem perburuhan merupakan sesuatu yang harus secepatnya diselesaikan oleh semua pihak yang berkepentingan, terutama pemerintah sebagai regulator dan pengambil kebijakan. Karena hal itu terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup warga.
2)      Solusi Sistemik
Mengamati permasalahan perburuhan yang sedemikian kompleks tersebut, tentunya membutuhkan pemecahan yang komprehensif dan sistematik. Sebab persoalan tenaga kerja tidak lagi merupakan persoalan individu yang dapat diselesaikan dengan pendekatan individual, tetapi merupakan persoalan sosial yang akhirnya membutuhkan penyelesaian mendasar dan menyeluruh karena disulut oleh kebobrokan sistem yang di adopsi oleh negara.
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mengandung nilai dan metode penerapan yang komprehensif dan universal. Sejarah telah menegaskan bahwa selama tiga belas abad lebih, Islam mampu menjadi seperangkat aturan yang dijalankan dalam sistem kenegaraan yang kemudian menghasilkan sebuah tatanan masyarakat adil dan beradab serta melindungi hak-hak setiap warga tanpa memandang suku, agama, ras, dan sebagainya. Tidak terkecuali dalam pengaturan ketenagakerjaan dengan konsep hukum yang berhubungan dengan ijaratul ajir (kontrak kerja). Mengingat syariah adalah aturan yang menyeluruh yang secara praktis akan menyelesaikan berbagai persoalan manusia.
Untuk menyelesaikan permasalahan mendasar ini, langkah penting yang dilakukan adalah melakukan kategorisasi persoalan. Persoalan pertama, masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sangat erat kaitannya dengan fungsi dan tanggungjawab negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Persoalan ini haruslah diselesaikan melalui kebijakan dan implementasi negara dan tidak menyerahkan penyelesaiannya semata kepada pengusaha dan pekerja. Cakupan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini antara lain, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat berupa barang (sandang, pangan, dan papan) dan jasa (pendidikan, kesehatan, dan keamanan), serta membuka seluas-luasnya peluang lapangan kerja.
Persoalan kedua, masalah kontrak kerja dapat diselesaikan sendiri oleh pengusaha dan pekerja. Pemerintah dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pengawas sekaligus penengah jika terjadi persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh pengusaha dan pekerja.
Pengaturan tersebut mencakup penetapan ketentuan-ketentuan Islam dalam kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja, penetapan ketentuan yang mengatur penyelesaian perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja. Termasuk ketentuan yang mengatur bagaimana cara mengatasi tindakan kedzaliman yang dilakukan salah satu pihak (pengusaha dan pekerja) terhadap pihak lainnya.
Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pancasila dan berdasarkan UUD 1945.  Dengan landasan dan dasar tersebut telah diusahakan terwujudnya perburuhan yang berlandaskan pancasila, yang diharapkan dapat membentuk suatu hubungan kerja yang harmonis  antar pengusaha dan buruh. Benih-benih perselisihan  atau persoalan-perrsoalan yang kurang memuaskan ditekannya dengan jalan melakukan musyawaroh untuk melahirkan suatu kemufakatan. Dengan cara demikian maka kegairahan kerja dapat terjamin[9].
Melihat betapa destruktifnya sistem kapitalisme bagi kehidupan kita, maka semestinya sudah saatnya kita meninggalkan Sistem Kapitalisme yang telah membuat buruh dan manusia lainnya menderita, lalu menggantinya dengan penerapan syariah. Dengan solusi sistemik ini, negara akan menghapus duka buruh dan jelas berpihak kepada semuanya, baik buruh maupun pengusaha.











BAB III
KESIMPULAN

Upah dalam Islam adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik). Konsep yang sangat berbeda dengan upah barat yang hanya memperhatikan keuntungan.
Dikarenakan konsep/prinsip upah di indonesia lebih berkiblat pada barat sehingga muncul berbagai permasalahan adalah masalah pengupahan. Penyebab dari ketidakpuasan buruh dalam hal pengupahan, diantaranya :
a)      Lambatnya pelaksanaan pembayaraan upah
b)      Adanya pemotongan-pemotongan upah untuk keperluan suatu dana bagi kepentingan buruh, tanpa perundingan dulu dengan pihak buruh
c)      Belum mampunya perusahaan untuk memperbaiki upah buruh
d)     Adanya kehendak dari pihak buruh agar upahnya dipersamakan dengan dengan pengupahan yang lebih baik di perusahaan lain
















Daftar Pustaka

Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994)
Kartasapoetra, dkk, Administrasi Perusahaan Industri,(Jakarta:Bumi Aksara, 1992)
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 228-229
Masud ibnu, fiqih madzhab Syafi’I, Bandung:Pustaka Setia, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar